“Saya sekali lagi juga prihatin, Ke mana pakar-pakar komunikasi sekarang ini? Mengapa mereka mirip-mirip Pakar IT yang ‘bungkam seribu bahasa’. Jangan sampai Komunitas suudzon Bersama melihat Kebugaran bisunya mereka dan menduga-menduga ada hal yang negatif. Bangsa ini lagi jeblok indeks demokrasinya sampai Ke titik nadir, kalau media juga sudah dibungkam Sebagai tidak lagi bisa menayangkan jurnalisme investigatif, mau dibawa Ke mana Indonesia (C)emas 2045,” ujar Roy Di keterangannya, Rabu (15/5/2024).
Lantas, dia menyampaikan bahwa RUU Penyiaran mencuat dan menjadi kontroversial Sebagai beberapa aturan disebut telah membatasi Justru melarang jenis jurnalisme investigatif.
Padahal, menurutnya pembuatan RUU adalah Sebagai antisipasi Di munculnya Ilmu Pengetahuan Terbaru yang belum diatur Bersama Perundang-Undangan Sebelumnya. Misalnya Yang Berhubungan Bersama Bersama penyiaran digital, khususnya layanan OTT (Over The Top), UGC (User Generated Content), Justru AI (Kecerdasan Buatan) yang kini mulai marak.
“Akan Tetapi kalau dibuat justru Sebagai menghambat kehidupan media yang sudah berjalan benar sebagai “The fourth pillar of democrazy” bersanding Bersama kekuatan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, hal tersebut menjadi salah dan patut Diperjuangkan ada apa Di baliknya,” tandasnya.
Dia menilai kalaupun revisi harus dilakukan Lantaran adanya perubahan bentuk atau lembaga penyiaran, misalnya Penggabungan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI dan TVRI (menjadi RTRI) Di Pasal 15A (1).
Akan Tetapi Yang Berhubungan Bersama Bersama jurnalistik investigasi, mendadak RUU ini memuat Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang melarang media menayangkan siaran ekslusif jurnalistik investigasi. Tak hanya itu, RUU ini juga disisipkan Pasal 42 ayat (2) yang mengatur soal penyelesaian sengketa pers Di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal ini jelas tumpang tindih Bersama Perundang-Undangan Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang menyebut bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan Bersama Dewan Pers.
Adapun dia merinci secara lebih pasal-pasal RUU Penyiaran (berdasar bukti versi 27/03/2024) yang kontroversial yaitu sebagai berikut:
1. Pasal 42 ayat (2) (tumpang tindih Bersama Perundang-Undangan Pers No 40/1999) Lantaran Di RUU ini berbunyi “Penyelesaian sengketa Yang Berhubungan Bersama Bersama kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan Bersama KPI sesuai Bersama Syarat peraturan perundang-undangan.”
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam Di Di Polemik RUU Penyiaran