Terlebih paska LPEI membukukan kredit macet (non-performing loan) gross yang mencapai 43,5% atau Rp32,1 triliun Di pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) malah mengajukan penyertaan modal Negeri (PMN) Rp10 triliun.
Hal itu terungkap ketika Direktur Jenderal Kekayaan Negeri Kemenkeu meminta kucuran modal Untuk membiayai penugasan khusus Produk Ekspor (PKE) kepada LPEI Untuk peningkatan Di kapasitas 8 PKE dan juga penambahan 4 PKE Mutakhir.
Pengamat Ekonomi UI, Toto Pranoto menilai keberadaan BUMN yang masih berada Hingga Kementeriaan Teknis Menunjukkan hal yang anomali. “Apalagi pembentukan BUMN Hingga bawah Kementrian Keuangan seperti PT SMI atau PT PII dibuat Ke Di sudah ada lembaga Kementrian BUMN. Apa ada alasan khusus seperti itu?” ujar Toto, Selasa (2/7/2024).
“Sebab sejatinya Kemenkeu adalah pemegang saham BUMN , Sambil Itu KBUMN adalah kuasa pemegang saham BUMN, yang juga berarti sebagai pihak yang diberi mandat Dari Perundang-Undangan mewakili Kemenkeu Di kelola BUMN,” tambahnya.
Mengaca Di Perkara Hukum Hukum kredit macet Hingga PT LPEI, Toto menganggap hal itu tak ubahnya Perkara Hukum Hukum-Perkara Hukum Hukum fraud lainnya yang sempat menerpa Hingga beberapa BUMN. “Hal itu Menunjukkan bahwa Standar pengawasan masih bermasalah. Artinya dewan pengawas yang mewakili owner yaitu Kemenkeu juga Disorot kurang kompeten Di bekerja,” tambahnya.
Atas dasar itulah, Toto menekankan agar integrasi pengelolaan BUMN Hingga bawah satu atap harus menjadi prioritas yang harus dikerjakan.
“Ada banyak manfaat. Pertama, koordinasi Untuk Merasakan sinergi yang optimal agar dijalankan Didalam lebih baik. Kedua, pola pembinaan dan pengawasan BUMN bisa Di satu SOP Agar penilaian dan monitoring kinerja bisa lebih terkelola Didalam baik,” jelasnya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Soal Kredit Macet LPEI, Pengamat: Standar Pengawasan Bermasalah