Bisnis  

Soal Aturan Turunan PP Kesejaganan, Wakil Rakyat Soroti Minimnya Pelibatan Publik

loading…

Petani tembakau perlu diajak urun rembug soal PP Kesejaganan. FOTO/dok.SINDOnews

JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur tentang produk tembakau dan rokok elektronik menuai Perdebatan dan perdebatan Hingga kalangan pelaku usaha, pekerja, petani, hingga Komunitas. Aturan ini diklaim diterbitkan secara mendadak tanpa melibatkan dan tidak mengakomodir masukan Bersama banyak pihak Yang Terkait Bersama, termasuk sejumlah Kementerian dan Lembaga yang berperan penting Di sektor ini.

Ketiadaan diskusi terbuka dan Forum Group Discussion (FGD) yang dijanjikan menyebabkan aturan ini menjadi kabur dan sulit dipahami Bersama publik. Justru Di skema yang dirancang Bersama Kementerian Kesejaganan (Kemenkes), aturan Bersama PP tersebut pun dikebut Untuk diselesaikan Ke pekan kedua bulan September ini. Aturan turunan yang masih Di bentuk Rancangan Peraturan Pembantu Pemimpin Negara Kesejaganan (RPMK) itu ditengarai Berencana memaksa produk tembakau dan rokok elektronik Untuk menggunakan kemasan polos (plain packaging) yang mengacu Ke Syarat Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Baca Juga: Penjelasan Gappri Yang Terkait Bersama Menolak PP 28/2024

Mengingat penyusunan beleid yang masih minim pelibatan publik, Komisi IX Wakil Rakyat RI mengkritisi langkah Pembantu Pemimpin Negara Kesejaganan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang tidak secara utuh melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Wakil Rakyat, Di penyusunan aturan turunan tersebut.

Selain minimnya pelibatan publik, penerbitan PP 28/2024 pun dinilai masih luput Di menjawab beberapa Perdebatan yang hadir Di aturannya.

Anggota Fraksi Golkar Komisi IX Wakil Rakyat RI, Dewi Asmara, menyoroti bahwa aturan ini telah luput Di Mengkaji aspek tenaga kerja dan cukai yang menyertai produk tembakau dan rokok elektronik.

“Justru Bersama cukai rokok itu saja, sekian persennya pun masuk Di Dana Kesejaganan. Justru hal ini tidak dipertimbangkan. Inikan menjadi ironis,” ujar Dewi Di Raker Hingga Komisi IX Wakil Rakyat RI, dikutip, Rabu (9/4/2024).

Menurut Dewi, fakta ini makin menguatkan anggapan bahwa peraturan yang diterbitkan ini justru berjalan Bersama sendiri tanpa Mengkaji dampak berbagai pihak. Padahal sedari awal, semangat dan prinsip pembentukan beleid sepatutnya menegaskan bahwa pengawasan ketat pun harus disertai berbagai pertimbangan Bersama berbagai kalangan dan sektor.

Baca Juga: PP Kesejaganan Dinilai Mengancam Tenaga Kerja

Dewi menyebut, ia belum melihat bagaimana sistem pengawasan yang Berencana dilakukan pemerintah Yang Terkait Bersama beleid yang dikeluarkan. Sebab jika tidak dilakukan, ia melihat adanya risiko tinggi Di penyalahgunaan, seperti marak munculnya rokok-rokok ilegal yang justru Berencana merugikan.

“Ada risiko yang lebih besar jika Komunitas mulai beralih Hingga perdagangan rokok ilegal. Kita tidak bisa hanya melihat Bersama satu sudut pandang. Pemerintah harus Mengkaji berbagai aspek Untuk menghindari masalah yang lebih besar Hingga Lalu hari,” kata dia.

Bersama situasi ini, Dewi mendesak pemerintah Untuk lebih berhati-hati Di menyusun dan menerapkan peraturan, serta memastikan bahwa semua pihak Yang Terkait Bersama dilibatkan Di proses perumusan Keputusan Untuk mencapai Kesejaganan Di Kesejaganan Komunitas dan Sustainability ekonomi lokal.

“Polemik ini terjadi Sebab Komunitas, pengusaha, petani, maupun tenaga kerja tidak dilibatkan Di pembicaraaan PP 28. Aturan ini pun seakan dibuat secara kilat,” pungkasnya.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Soal Aturan Turunan PP Kesejaganan, Wakil Rakyat Soroti Minimnya Pelibatan Publik